Senin, 02 Februari 2009

Pemberdayaan Bangsa Sebuah Keharusan

Bagaimana jika 90 persen lebih sumber energi sebuah bangsa dikuasai oleh pihak asing? Berapa lama negara itu akan mampu bertahan secara ekonomi? Atau seberapa bebas keputusan politik bisa diambil oleh para pemimpinnya? Dan yang lebih memprihatinkan lagi seberapa mahal harga yang harus dibeli oleh rakyatnya? BBM? TDL? Hingga tarif jalan tol.

Apa yang tidak ada di Indonesia? Minyak paling tidak cukup untuk 25 tahun lagi. Gas bisa membiayai pembangunan hingga 65 tahun. Batubara bisa menjadi sumber energi selama 150 tahun. Belum lagi panas buminya, yang tidak akan pernah habis untuk menjadi sumber penerangan seluruh nusantara. Pegunungan Grasberg saja mengandung emas tidak kurang dari dua juta kg, terbesar di dunia, ditambah tembaga dan batubaranya yang terbesar ketiga di dunia.

Akan tetapi itu hanyalah sebatas "kebanggaan nasional" yang dicekokkan ke murid-murid SD dan SMP di buku-buku kewarganegaraan. Tak sedikit pun memberi manfaat bagi hidup dan masa depan murid-murid yang masih "jujur" dan bersih dari kebusukan itu.

Bagaimana mungkin mereka mendapatkan manfaat kemaslahatan yang sebesar-besarnya dari sumber kekayaan alam yang dijamin oleh konstitusi? 85 persen rakyat mereka hanya hidup rata-rata dengan 30 sampai 50 sen per orang per hari. Silakan bayangkan sendiri hidup apa yang bisa dibuat dengan 30 sampai 50 sen. Dengan taraf hidup yang mendekati dasar bumi itu mereka harus membayar BBM dan listrik dengan harga Singapore atau New York.

Bagaimana mungkin hal ini terjadi di bumi mereka? Padahal minyak dibor dari kolong tidur mereka. Batubara dikeruk dari ladang mereka. Dan emas ditambang dari kebun mereka.

Anda kaget dengan kelaparan yang mematikan melanda suku Yahokimo di pedalaman Irian? Ooh, itu terlalu jauh bagaikan di bulan. Anda akan dengan mudah mendapatkan busung lapar dan polio merajalela di ketiak Jakarta sendiri. Jangan heran pula dengan orang yang hanya makan tiwul atau nasi aking yang tadinya hanya untuk makan ternak. Bahkan para sopir taksi yang termasuk kalangan menengah sekali pun hanya bisa bertahan dengan ubi. Entahlah, bertahan hidup bagi mereka merupakan sesuatu yang patut disyukuri atau kepasrahan yang tidak menyisakan jalan keluar.

Berapa pun biayanya, berapa pun lama waktu yang diperlukan, bangsa ini harus diberdayakan. Karena itu satu-satunya jalan yang tersisa.

Anda bertanya bahwa ini sudah menjadi kewajiban asasi pemerintah? Ooh, pemerintah Anda masih belum puas dengan tingkat penguasaan asing atas sumber energi nasional yang 90 persen lebih itu.

Cadangan minyak terbukti di tempat yang paling mudah yang akan menambah cadangan dan produksi nasional hingga 20 persen mereka hadiahkan pula, dengan alasan rakyat mereka tidak mampu mengelolanya. Belum lagi cadangan yang belum terbukti, yang diperkirakan melampaui seluruh cadangan minyak nasional yang ada. Anda benar, saya sedang berbicara tentang Blok Cepu.

Bukan itu saja. Pemerintah mereka telah menganggap bangsa ini sudah tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan energi dalam negeri sendiri. Karenanya pasar BBM dan listrik nasional pun harus dibuka ke asing pula. Untuk menfasilitasinya harga BBM dan TDL perlu dinaikkan hingga harga `keokonomian' agar pengusaha asing bisa memperoleh untung. Tak peduli rakyat mampu membelinya atau tidak.

Tidak ada peraturan perundang-undangan yang melindungi secara hukum? Oh, itu bukan masalah. Undang-undang bisa dibuat sesuai dengan kehendak investor. Kalau tidak ada ahli dan duit untuk membuatnya mereka siap membiayai. Atau bahkan mereka tidak perlu berpikir atau menulis undang-undang itu sendiri. Mereka cukup menghabiskan waktunya untuk belanja di mal-mal terkenal di seluruh dunia sambil melakukan studi banding dan agen-agen asing akan menyiapkan draft undang-undang itu. Beberapa tahun kemudian investor-investor tersebut akan datang kepada mereka membawa bill yang sudah berlipat ganda sebagai sunk cost. Tidak mengapa, alam kita kaya raya, berapa pun cost-recovery-nya akan bisa ditanggung.

Bertentangan dengan konstitusi? Konstitusi adalah buatan manusia. Kapan diperlukan bisa diamandemen sesuai dengan kebutuhan.

Anda pasti bisa menebak, saya sedang membicarakan amandemen UUD 1945 pasal 33 tahun 2002 dan UU liberalisasi sektor migas No 22 yang ditetapkan setahun sebelumnya. Dan jangan heran kalau orang yang mengajukan UU itu adalah orang yang Anda pilih untuk memimpin negeri ini. Dan mereka sedang gigih berdiri di pihak yang melindungi kepentingan investor dari ancaman rakyat yang sedang kelaparan.

Saya setuju dengan Anda bahwa orang-orang seperti Anda harus diberi kesempatan untuk merubah nasib bangsa ini. Karena Anda paling tidak adalah orang-orang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan yang tidak pernah dicapai oleh ratusan juta rakyat bangsa ini yang sebagian besar hanya lulus SD. Saya tahu Anda mempunyai keyakinan yang mendalam untuk mampu berdiri tegak di hadapan bangsa mana pun juga.

Hanya saja sayang, saat ini negeri Anda tidak cukup memberi ruang gerak bagi Anda. Anda harus mencari peluang sendiri dan menghadapi segala tantangan apa pun, termasuk dari dalam diri Anda sendiri. Tetapi Anda harus menyadari tanpa peran Anda rakyat negeri ini yang pada tahun 2025 akan menjadi 275 juta hanya akan menjadi penonton panen raya di ladang mereka sendiri. Time to wake up, Bros. Fulfill your duty. (Warsito)

BeritaIptek(www.beritaiptek.com, 20 Maret 2006).

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Lha kok PKS mau sih koalisi ama PD. kan jelas2 PD selama pro banget ama investor AS (seven brother) itu.