Minggu, 24 Agustus 2008

Hakteknas: Rame Seremoni Sepi Prestasi

“Iptek merupakan prerequisite for power, progress and prosperity,” Tajuk Kompas (8/8/08). Ungkapan ini mengingatkan kembali posisi penting kemajuan iptek dalam pembangunan bangsa. Hanya saja baik disadari atau tidak cara pandang kita terhadap penguasaan iptek masih bersifat seremonial daripada upaya yang nyata untuk menjadikan iptek benar-benar sebagai mesin bagi pertumbuhan ekonomi.

Kita sering merasa cukup puas dengan capaian-capaian iptek yang disimbolkan dengan peraihan medali dalam olimpiade sains tingkat SMU atau even-even yang dikemas dengan nama inovasi teknologi untuk meramaikan perayaan hari-hari besar nasional. Sedangkan langkah riil yang kita laksanakan justru bertolak-belakang dengan upaya penguasaan iptek dalam artian sesungguhnya untuk memberikan nilai tambah yang tinggi dalam proses ekonomi. Dalam kenyataan yang sesungguhnya kita justru sedang berada dalam proses disintegrasi peran iptek dari proses pembangunan.

Tema “Inovasi dalam Pemberdayaan Industri” dalam peringatan Hakteknas ke-13 tahun ini adalah tepat. Hanya saja langkah konkrit harus ditindaklanjuti dari sekedar seremonial pagelaran iptek. Dalam gelombang globalisasi yang dahsyat akibat kebijakan liberaslisasi pasar domestik yang diambil oleh pemerintahan SBY-JK, fenomena deindustrialisasi yang ditandai beralihnya produsen dalam negeri menjadi perusahaan trading akibat membanjirnya produk asing, secara tidak langsung akan memarjinalkan peran iptek di dalam industri.

Iptek merupakan tool dan know-how untuk menciptakan sebuah produk. Dengan demikian selama proses produksi tidak terjadi, maka tidak ada tempat bagi peran iptek yang signifikan. Penguasaan dan pengembangan iptek tidak bisa dipisahkan dari perannya dalam menyelesaikan masalah dalam sektor industri.

Menarik kalau melihat perincian publikasi ilmiah ilmuwan Indonesia di jurnal internasional yang dicatat oleh LIPI tahun 2004. Dari 2.948 paper jumlah publikasi selama 10 tahun, ternyata 50% berasal dari disiplin ilmu pertanian dan kedokteran, sedangkan bidang teknik yang sangat erat kaitannya dengan kemajuan teknologi sebuah negara hanya menyumbang 6.5%. Lebih ironis lagi mengingat jumlah ilmuwan doktor terbanyak berada di lembaga penelitian milik pemerintah terutama yang berkaitan dengan bidang teknik. Kalau dibagi dengan jumlah doktor kita yang mencapai sekitar 7.000 orang, maka setiap satu orang lulusan doktor hanya sekali mempublikasikan papernya di jurnal internasional selama 20 tahun, notabene sepanjang karir hidupnya. Jumlah ini jauh di bawah Malaysia yang mencapai 10.674, dan hanya terpaut sedikit dibanding dengan satu Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) yang mencapai jumlah 2.862 paper.



Data ini paling tidak berbicara tentang dua hal: pertama, bahwa kemajuan iptek hanya bisa dicapai apabila pengembangan iptek dilakukan sejalan dengan pemecahan masalah riil secara langsung; kedua, bahwa ilmuwan yang terkonsentrasi di LPND adalah bagian dari permasalahan karena mereka lebih banyak ’idle’ daripada terlibat dalam aktifitas riil untuk memecahkan permasalahan industri.

Syarat untuk bisa diterima di publikasi jurnal internasional yang paling pertama adalah kontribusi yang signifikan. Hal ini tertulis di bagian paling atas dari daftar penilaian (referee report) hampir seluruh jurnal internasional yang telah mapan. Kontribusi ilmiah artinya sesuatu yang baru yang diberikan oleh penulis, bisa berupa metode baru, hasil yang baru atau konsep/teori baru untuk memecahkan permasalahan yang ada sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. Dengan demikian tidak ada kontribusi apabila tidak ada andil dalam pemecahan masalah.

Keterkaitan technology-supply and demand menjadi hal yang penting dalam upaya pengembangan teknologi. Bisa difahami kenapa bidang pertanian dan kedokteran termasuk bidang yang paling maju kontribusi ilmiahnya dibanding dengan bidang lain manapun di Indonesia, karena kedua bidang ini adalah termasuk bidang yang secara langsung berkaitan dengan permasalahan karena tuntutan pasar, sehingga para ilmuwannya terus-menerus berupaya untuk mencari solusi pemecahannya. Hal ini akan membangun keterkaitan yang baik antara sisi pemasok dan pengguna iptek.

Di bidang teknik dan rekayasa, terutama, permasalahannya bukan terletak pada salah satu sisi, baik demand side maupun supply side, tetapi dikarenakan upaya menjembatani kedua sisi itu yang tidak terjadi, sehingga keterkaitan yang erat antara keduanya tidak terbangun. Kebutuhan akan teknologi bagi dunia industri di sisi demand sangat besar dan terus membesar. Hanya saja kebutuhan itu selama ini hanya bisa dipenuhi dari produk jadi berasal dari impor. Di sisi lain, sebagai pihak pemasok teknologi, lembaga-lembaga penelitian milik pemerintah bukanlah tidak mampu memenuhi kebutuhan akan teknologi bagi industri, mengingat industri kita masih terkonsentrasi pada low-tech dan medium-tech. Akan tetapi karena rendahnya tuntutan kualitas dan pertanggungjawaban hasil, akibatnya buah penelitian oleh lembaga-lembaga penelitian milik pemerintah tidak mampu memenuhi standar industri. Sistem proyek dalam penelitian juga merupakan penyebab tidak terjadinya akumulasi knowledge yang cukup untuk bisa menjawab permasalahan dunia industri.

Upaya menjembatani itu bisa dilakukan dengan cara melibatkan secara langsung para ilmuwan dari LPND ke dalam dunia industri. Keterlibatan langsung dan proses yang terus-menerus menjadi dua kata kunci. Oleh karena itu perlu dilakukan relokasi secara sistematis para ilmuwan dari lembaga penelitian ke sektor industri. Mengingat sangat rendahnya kualitas SDM di dunia industri, maka relokasi itu akan mendorong proses upgrading teknologi bagi industri yang selanjutnya akan meningkatkan demand terhadap teknologi.

Peningkatan kebutuhan akan litbang terapan pada industri juga penting untuk meningkatkan demand akan teknologi bagi industri terhadap institusi pemasok teknologi. Untuk itu kebijakan insentif bagi industri untuk melakukan litbang sebagaimana diterapkan di negara-negara maju sangat diperlukan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), misalnya, secara berangsur harus dihilangkan diganti dengan pajak penghasilan (PPH) karena ini menghambat proses industri untuk meningkatkan nilai tambah yang sarat dengan kebutuhan akan teknologi.
Keberhasilan membuat jembatan yang menghubungkan sisi demand dan supply teknologi antara industri dan lembaga penelitian menjadi faktor penting bagi kemajuan iptek nasional. Selama keterkaitan yang baik antara industri dan lembaga penelitian tidak terbangun dengan baik, maka para ilmuwan kita hanya akan sibuk dengan kegiatan-kegiatan seremonial iptek sekedar untuk meramaikan even-even lomba karya ilmiah.

Tidak ada komentar: